JA

Menyambut Ide Mecca Mean Time (MMT)

Tanggal 1 Ramadhan 1431 Hijriah (11 Agustus 2010) bakal menjadi tonggak historis dunia. Hari itu, lonceng terbesar di jagat raya ini berdentang di Mekah. Genta berdiameter 40 meter tersebut terpasang di “The Abraj al-Bait Towers” setinggi 601 meter. Tinggi total lonceng sampai bagian berbentuk bulan sabit mencapai 251 meter. Genta Abraj al-Bait berwujud kubus empat sisi selebar 46 meter. Bahannya terdiri atas ubin gabungan berteknologi mutakhir. Instalasi jam dengan empat sisinya diracik Premiere Composite Technologies, perusahaan Dubai milik Jerman. Di bagian atas empat sisi lonceng tertera aksara Hijayyah berbunyi “Allahu Akbar”. Sedangkan puncak genta bergambar bulan sabit berbahan emas dengan diameter 23 meter.





Genta Abraj al-Bait menggunakan tempo Arabia Standard Time, tiga jam lebih cepat dibandingkan Greenwich Mean Time (GMT). Di bawah lonceng terdapat balkon luas untuk menikmati pemandangan. Serambi yang menghadap ke arah Masjidil Haram tersebut dilengkapi dua elevator. Selain itu, terdapat observatorium bintang. Kemudian museum Islam bertingkat empat. Secara keseluruhan, menara Abraj al-Bait diisi hotel berikut apartemen dengan 3.000 kamar. Kompleks punya tiga hotel top-class yaitu Fairmont, Raffles serta Swiss Hotel. Sementara apartemen mewah dirancang memiliki pemandangan langsung ke Masjidil Haram.

Abraj al-Bait dilengkapi pula musala, mal berlantai lima, pusat konferensi yang serba modern dan ruang parkir yang menampung seribu mobil. Segenap kapasitas kompleks setara 1,5 juta meter persegi. Genta Abraj al-Bait merupakan proyek Kementerian Agama Arab Saudi. Anggarannya mencapai 800 juta dolar AS. Bin Laden Company menjadi pengembang. Sedangkan proyek didesain oleh para insinyur dari Jerman serta Swiss. Mereka membawahi sejumlah ahli dari beberapa negara, khususnya Eropa.


Keanehan GMT

Genta Abraj al-Bait fenomenal bukan karena mengungguli Big Ben di London, Inggris. Lonceng yang menjadi atap Cevahir Mall di Turki dengan diameter 35 meter, juga bukan tandingannya. Kehadiran genta Abraj al-Bait justru merefleksikan hasrat umat Islam demi mewujudkan waktu Mekah alias “Mecca Mean Time”. Selama ini, penduduk planet biru memakai GMT sebagai standar waktu universal.

GMT menjadi acuan dasar dimulainya sebuah hari di dunia. Perhitungan waktu semua negara mengacu pada Greenwich. Kota di sebelah tenggara London tersebut dipropagandakan sebagai titik nol derajat. Penentuan titik itu buat memudahkan ukuran waktu perjalanan sekaligus komunikasi antar-negara.

Sejumlah negara yang dilewati garis meridian (titik temu garis lintang serta garis bujur pada 0 derajat) turut mengklaim diri sebagai titik nol derajat. Amerika Serikat maupun Prancis menegaskan jika wilayahnya merupakan daerah meridian utama.

Pada 1884 di Washington, diselenggarakan muktamar meridian internasional. Konvensi dihadiri 41 delegasi dari 25 negara. Greenwich akhirnya terpilih sebagai zona tunggal meridian utama. Prancis tak rela mengakui GMT. Bangsa Franka tetap menggunakan Paris Mean Time. Prancis akhirnya luluh. Pada 1911, negara tersebut memakai GMT.

Penunjukan Greenwich tidak lepas dari muslihat Charles F Dowd (1825-1904). Ia warga Greenwich yang hijrah ke AS. Alasan Dowd adalah Greenwich punya observatorium tertua di dunia. Kejanggalan GMT yakni awal hari atau pukul 00.00 di tengah malam tak dimulai dari Greenwich. Inggris ogah dikaitkan dengan kegelapan malam. Maklum, the sun never sets in the British Empire (mentari tidak pernah tenggelam di Inggris).

GMT membelah bola bumi menjadi dua. Pertama, meridian 0-180 derajat Greenwich ke arah Barat alias Bujur Barat. Kedua, meridian 0-180 derajat Greenweich ke arah Timur atau Bujur Timur. Bumi lalu dipilah menjadi 24 wilayah waktu. Tiap meridian 15 derajat berbeda waktu satu jam. Kini, GMT menjadi pijakan kepentingan bisnis, navigasi dan sebagainya.

Penetapan awal hari pun teramat membingungkan. Hari dimulai pada pukul 00.00 atau di tengah malam. Kita pasti geli mendengar penyiar televisi menyapa pemirsa dengan ucapan “selamat pagi”. Padahal masih dini hari!

Awal hari dalam kalender Islam dimulai pada Maghrib. Faktor ilmiahnya ialah awal bulan yang menjadi hari pertama menurut sistem Qamariah (Hijriah) ditetapkan lewat kemunculan hilal (bulan sabit alias bulan baru). Bila hilal yang berbentuk bulan sabit telentang (melengkung dengan puncak lingkaran di bawah) sudah tampak, berarti tanda awal bulan telah terjadi. Dengan demikian, awal hari dimulai pada petang, bukan di tengah malam buta!

Pada 2008, digelar konferensi di Doha, Qatar. Ulama bersama cendekiawan Muslim mempresentasikan jika Mekah merupakan garis bujur global sejati. Peneliti Mesir Abdul Basit as-Sayyid menandaskan kalau Mekah cocok sebagai episentrum dunia. Mekah dianggap distrik tanpa energi magnetik. Hatta, orang yang bermukim di kota suci itu lebih sehat. Pasalnya, efek gravitasi minim.

Sekarang, maukah kaum Muslim mendukung lonceng Abraj al-Bait sebagai Mecca Mean Time. Adakah tekad baja di hati mengusung Ka’bah sebagai sistem tata waktu semesta (Ka’bah Universal Time).

Wajib dipahami bila Ka’bah adalah pusat urusan dunia bagi manusia sebagaimana teks al-Maidah 97. Ayat tersebut merekomendasikan jika Ka’bah tiada lain lembaga kesejahteraan bagi manusia, bukan cuma pengikut Nabi Muhamamad. Aspek itu menerangkan kalau Ka’bah pun pedoman bagi golongan non-Muslim.

Proyek “Mecca Mean Time” menjadi contoh aktual. Gagasan menjadikan Mekah sebagai patokan waktu, tentu bakal menuai hujatan serta gugatan. Gerombolan penentang siap menghadang penahbisan Ka’bah sebagai zona waktu utama di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar