JA

Bab 'Dua KONSEPSI KA’BAH UNIVERSAL TIME (KUT)

PARADIGMA KETERKECOHAN
Umat Islam sebenarnya telah memiliki system tata¬ waktu sendiri, yakni sistem almanak qamariyah¬ syamsiyah (lunar & solar system),yang ternyata tiadak terlalu banyak dipahami oleh Ummat Islam sendiri. Bagi Ummat Islam, sistem almanak qarnariyah-syamsiyah dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Tata waktu "jam-jaman" dan "harian" didasarkan pada perputaran bumi pada sumbunya atau rotasi bumi, yang memerlukan waktu selama ±24 jam per hari (almanac harian syamsiyah atau daily solar time). Sistern almanak harian syamsiyah ini sekaligus dikaitkan dengan perputaran bumi mengelilingi matahari, yang memerlukan waktu 365 hari atau tepatnya 365,242217 hari atau 365 hari 05 jam 8 menit 46 detik (almanak almanakr tahunan syamsiyah atau manual solar time yang digunakan dalam system almanak Masehi atau Gregrorian Calendar).
• Tata-waktu "bulanan" dan "tahunan" didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi (almanak bulanan syamsiyah). Satu bulan. (month) menurut sistem almanak syamsiyah adalah waktu yang diperlukan oleh bulan untuk mengitari bumi, yang tampak dari bumi sebagai satu lingkaran penuh; yang lamanya 29,530579 hari (29 hari 12 jam 44 menit 03 detik). Adapun satu tahun menurut sistem almanak qamariyah mencakup 354 hari, yang terbagi dalam 12 bulan, dengan jumlah hari berselang-seling 30 dan 29 harti per bulan.
Dalam sistem almanak qamariyah-syamsiyah ini, "awal hari" dimulai pada saat "petang." Dasar ilmiahnya adalah "awal bulan" menurut sistem qamariyah (yang merupakan "awal hari pertama" dalam bulan qamariyah yang bersangkutan) ditetapkan berdasarkan hisab ataupun ru'yat terhadap hilal (munculnya "bulan sabit" atau "bulan baru" yang dalam bahasa Inggris disebut visible crescent). Ru'yat tersebut secara ideal hanya dapat dilakukan pada wilayah tropis di saat "petang" ketika bulan dan matahari nampak dari bumi di ufuk barat dalam posisi berkonjungsi (ijtima').
Bagi Ummat Islam, sistem almanak inilah yang digunakan sebagai dasar bagi perhitungan Tahun Hijriyah, yang ditetapkan mulai berlakunya oleh Kholifah Umar bin Khoththob ra. pada tahun 637 M.
Bahasan lebih terinci mengenai hal tersebut di muka akan disajikan secara khusus pada Bab Tiga.
Pertanyaan mengenai "Bukankah kita mendahului Rasul¬-Nya?" sebagaimana yang muncul pada bagian terakhir Bab Satu sebenarnya timbul bukan karena Ummat Islam di seluruh dunia menggunakan pula sistem tata-waktu syamsiyah "murni," yang digunakan sebagai dasar bagi sistem almanak Gregorian atau almanak Masehi sejak 4 Oktober 1582. Mengapa? Sebab, Islam pun mengakui keabsahan & keterterapan (validity & applicability) sistem almanak syamsiyah tersebut, yang membagi waktu satu tahun syamsiyah menjadi 365 hari. Anda ingin buktinya? Silakan ikuti uraian berikut ini.
Kata "yaum" (yang berarti "hari") dalam bentuk tunggal dapat Anda jumpai tepat sebanyak 365 hari di dalam ayat¬-ayat Al-Qur'an, yang mengandung makna bahwa "satu tahun" syamsiyah yang terdiri atas "365 hari" adalah haq (benar), dan Allah sensdiri yang membenarkannya, bukan hasil rekayasa atau perhitungan matematika-astronomis belaka, bukan pula sekedar hasil perhitungan oleh Julius caesar (pemrakarsa Kalender Julian), dan bukan pula oleh paus Gregorius (pemrakarsa Kalender Gregorian)!
Selanjutnya, kata "sa'ah" (yang berarti "waktu" atau jam) dalam semua bentuk dan gramatikanya, seluruhnya dapat Anda temui pada 48 tempat. Namun, khusus bagi kata "sa'ah" yang didahului dengan bukan didahului hurup "isim" ataupun oleh "fill" (kata kerja), hanya terdapat pada 24 tempat dalam 20 ayat. Inilah ayat-ayatnya: Al-A’raf[7]:187, At-Taubah [91]:117, Yunus [10]:45, Al-Hijr [15]:85, Al-Kahfi [18]:21, Maryam [19]:75, Thaha [20]:15, Al-Anbiya' [21].49, Al-Mu'rninun [23]:7, Al-Furgan [25]:11 (ada dua kata), Al-A.hza.b [33]:23 & 63, Al-Mu `min [40]:40, Asy-Syura [42]:17 & 18. Al-Zukhruf [43]:43, Ad-Dukhan [44]:32, AI-Jasiyah. 45:32, Al-Ahqaf [46]:35, Muhammad [47]:18, Al-Qamar [54]:46 (ada dua kata), dan An-Nazi’at [79]:42.
Uraian tersebut di atas mengandung makna, bahwa "satu hari" yang terbagi dalam "24 jam" adalah haq, dan Allah¬ lah yang menetapkannya, bukan kesepakatan para ahli matematika ataupun ahli astronomi seperti yang diakui selama ini!
Adapun pernyataan "12 bulan" dalam "satu tahun" (baik tahun syamsiyah maupun khususnya tahun qamariyah) dapat ada jumpai secara eksplisit dalam sebuah ayat Al- Qur’an At-Taubah [9]:36. Atau, jika Anda ikhlas bersusah payah membolak-balik lembar-lembar kitab Al-Qur’an hitunglah kata "syahr" (yang berarti "bulan" dalam pengertian"month," bukan "moon"). Kalau Anda teliti pasti Anda akan menjumpai kata "syahr" tersebut sebanyak 12 kali! Dari kenyataan-kenyataan ini, Allah
Dengan haq prerogatif-Nya yang mutlak menetapkan bahwa satu tahun terbagi dalam 12 bulan! Sekali lagi, ini adalah kebenaran dadi Allah, bukan hasil kreasi atau pun rekayasa manusia
Bagaimana halnya dengan "satu minggu" (week) yang 'terdiriatas tujuh hari?" Apakah ini juga hasil karya-cipta munusia? Jawabannya bukan!, melainkan juga ketetapan Allah yang maha memiliki, yang dapat pula Anda temui di dalam Al-Qur'an. Kata "sab'u" yang berkaitan dengan kata "samawat," baik sebelumnya maupun sesudahnya, disebutkan sebanyak tujuh kali dalam tujuh ayat, yakni dalam surat: Al-Baqarah [2]:29, Al-Isra' [17]:44, Al-Mu'minun [23]:84, Fush-shilat [41]:12, At-Thalaq [65]:12, Al-Mulk [67]:3, dan Nuh (71]:15.
Fakta ini, selain mengandung rnakna bahwa langit - menurut ketetapan Allah di dalam Al-Qur'an - terdiri atas "tujuh lapis," juga mengandung arti bahwa bilangan tujuh merupakan satu kesatuan "tujuh hari dalam seminggu."
Itulah sebagian kecil rahasia yang terkandung di dalarn ayat-ayat Al-Qur'an mengenai perhitungan-perhitungan yang berkaitan dengan falaqiyah. (astronomi), khususnya mengenai "waktu." Sekali lagi perlu penulis tegaskan, bahwa semua hal tersebut bukanlah hasil karya-cipta, hasil rekayasa, hasil perhitungan matematis-astronomis, ataupun hasil kesepakatan manusia. Semuanya adalah ketetapan Rabbul’aalamin.
Perlu pula penulis tegaskan di sini mengenai perbedaan pengertian "hari" menurut sistem almanak qamariyah (almanak Hijriyah) dengan "hari" menurut sistem almanak syamsiyah "murni" (sistem GMT dan almanak Gregorian atau Masehi). "Awal hari" (atau pukul 00:00:00) dalam sistem GMT atau sistem almanak Masehi jatuh tepat pada "tengah malam." Penetapan "awal hari" yang tepat pada "tengah malam" atau pukul 00:00:00 waktu setempat tidak dianut oleh sistem almanak qamariyah atau Sistem Almanak Islam (Hijriyah). Mengapa? Sebab, selain tidak terdapat dasar hukum menurut nash Al-Qur'an maupun As-Sunnah, penetapan "awal hari" tepat pada "tengah malam" itu pun sulit ditemukan dasar ilmiahnya - melainkan hanya sekedar "kesepakatan manusia" belaka. Lalu, bagaimana dengan "awal hari" bagi Sistem Almanak Islam? Silakan cermati Bab tiga.
Marilah kita kembali lagi ke pokok bahasan Sub-Bab ini, yakni "paradigma keterkecohan" yang menjadi pangkal permasalahan dan kerancuan jadual ibadah Ummat Islam yang bertempat-kedudukan di sebelah timur Masjidil-Haram di sebelah barat "Garis Tanggal Internasional" (di antara BT - 180° meridian Greenwich) termasuk Indonesia wilayah tercinta (antara 95° BT - 141° BT meridian grenwich)
Dimanakah letak pangkal permasalahnnya sehingga Ummat Islam yang berkedudukan di antara Masjidil-Haram 'Garis Tanggal Internasional" tersebut selalu melaksanakan ibadah rnandhahnya "mendahului" ibadah serupa yang dilaksanakan di Masjidil- Haram? Atau, seandainya Rasulullah saw. masih ada bersama-sama ummatnya, bukankah pelaksanaan ibadah Ummat Islam
berkedudukan di antara Masjidil-Haram dan "Garis tanggal Internasional" tersebut selalu "mendahului" ibadah yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw. di Tanah Arab Masjid Nabawi -.Madinah ataupun di Masjidil-Haram -Mekkah)? Jawabannya mudah! Sebab, Ummat Islam di seluruh dunia baik disadari maupun tidak, baik diakui ataupun tidak dalam melaksanakan ibadah-ibadah mahdhah –nya telah "terjerat", "terkecoh" dan "tertipu" oleh tata-waktu GMT, sejak 4 Oktober 1582 atau sejak tahun 1885, atau sekurang-kurangnya sebelum lahirnya "Protocol of Zion" (yang penulis lebih suka menyebutnya sebagai "Twenty Four Satanic of Jews")
Dalam syistemm GMT tersebut, "hari" di seluruh permukaan bumi Allah "dianggap dan disepakati" berpangkal dari garis tanggal Internasional" atau meridian 180° Greenwich. Padahal penetapan sistem GMT ini sama sekali tidak ada d'asar ilmiah, bahkan dasar ilmiah yang paling lemahpun tidak ada! Adanya meridian 180° Grenwich inipun telah membelah bola bumi menjadi dua bagian yaitu dari meridian 0° Greenwich ke arah barat Hingga 180° Greenwich yang disebut Bujur Barat (BB) dan dari meridian 0° Greenwich ke arah timur hingga 180° grenwich yang sebut Bujur Timurv(BT). Pembelahan bola bumi menjadi “belahan barat" dan "belahan timur" ini tidak ada dasar ilmiah sama sekali, melainkan hanya sekedar kesepakatan manusia yang tidak jelas landasan ilmiah ataupun landasan filsafatnya. Lalu mengapa kesepakatan yang tidak memiliki dasar ilmiah ataup'un dasar filsafat ini harus ada dan harus disepakati Alasan utamanya adalah: nenek moyang Than Charles F. Dowd, sebelum diangkut dengan kapal "My Flower¬ untuk dibuang ke daratan Amerika, teryata berasal dari. Kota Greenwich, sebuah kota kecil di dekat London, Inggris. Kebetulan sekali, di kota tersebut terdapat sebuah observatorium yang tergolong paling tua di dunia. Maka. kota Greenwich inilah yang ditetapkan sebagai titik meridian 0°. Jadi, dasar "ilmiah"-nya teryata adalah "tanah leluhur" dan "faktor kebetulan" Jadi, tanpa disadari, nepotisme dan paternalisrne juga telah lama terjadi di bidang astronomi dan geografi Seingat penulis, Tuan Francis Bacon, yang dianggap sebagai pakar filsafat ilmu, tidak memasukkan "tanah leluhur" dan "faktor kebetulan" tersebut sebagai "kriteria ke-ilmiah-an." Faktor "kebetulan" memang diakui selalu terlibat dalam proses invention dan atau discovery, nam-un tidaldah tepat apabila dipakai alasan untuk menjustifikasi persoalan yang sedang kita bahas ini. Dan, penulis pun menjadi tidak habis pikir, mengapa para ilmuwan para pendekar ilmu-pengetahuan yang konon senantiasa mengumandangkan dan menghormati perlunya integritas ke-"ilmiahan” dalam kehidupan pribadinya dan menerapkan "metodologi ilmiah" dalam setiap kegiatan. profesinya, termasuk ilmuwan dan cendekiawan muslim masa kini - justru tanpa sadar telah bertaqlid buta selama berabad-abad pada fakta yang sama sekali tidak mempunyai dasar ilmiah yang shohih tersebut?
Lalu, mengapa "awal hari" atau pukul 00:00:00 - yang disepakati jatuh pada "tengah malam" tidak dimulai dari Greenwich? Jawabannya adalah, bahwa para pemrakarsa sistem GMT tidak mau dan tidak rela apabila "tanah leluhur" dikaitkan. dengan "kegelapan tengah malam," karena tidak sesuai dengan jargon yang mereka anut: "The Sun Never Sets in the British Empire" ("Matahari TakPernah Terbenam bagi Kerajaan britania Raya"). Oleh karenanya, mereka lebih suka membiarkan "kegelapan" tersebut membayangi kawasan Pasifik (di sekitar meridian 180° Greenwich), karena di kawasan Pasifik inilah mereka - Inggris dan negara-negara Eropa lainnya - ketika itu sedang ”membenamkan" negara-negara kepulauan besar dan kecill - termasuk Indonesia - sebagai koloni-koloninya yang dihisap habis-habisan sumber daya alamnya dan sumber-daya posisi
strategisnya! Apakah ini dapat pula disebut sebagai "dasar ilmiah"? Jawabannya terserah Anda.
Demikian pula halnya dengan pembelahan bola bumi dua wilayah meridian, yakni wilayah Bujur Barat wilayah Bujur Timur, juga sama sekali sulit ditemukan dasar ilmiahnya.
Bagi Anda yang pernah terbang bolak-balik melintasiTanggal Internasional", maka umur anda akan berloncatan maju-mundur, sehingga jadual ulang tahun anda pun menjadi kacau balau. Namun, justeru atas dasar pembelahan bola bumi" menjadi "belahan barat" dan belahan timur" inilah yang menjadi titik pangkal dari perseteruan" antara "Orang & Budaya Barat" versus "Orang & Budaya Timur" Padahal, sebenarnya tak perlu terjadi begitu.
Waspadalah, wahai ikhwan dan akhwat khususnya para Ulama dan cendekiawan muslim - terhadap tipuan-tipuan mereka Melibatkan diri kita ke dalam tipu-daya mereka, walaupun tanpa kita sadari, ternyata dapat membawa dampak dan konsekuensi yang fundamental terhadap Ummat Islam. Berikut inilah antara lain dampaknya, yang telah disinggung pada
Bab Satu
Seluruh Ummat Islam yang bertempat-kedudukan di sebelah timur Masjidil -Haram dan di sebelah barat "Garis Tanggal Internasional" (termasuk Indonesia) akan selalu mengalami "waktu harian" (yakni "hari" dan "jam" dalam tanggal yang bersangkutan) lebih awal daripada yang dialami oleh Ummat Islam di Masjidil -Haram dan sekitarnya.
Misalnya, untuk satu hari Jum'at yang sama. pelaksanaan Shalat Jum'at Ummat Islam di Jakarta selalu ±4 jam "lebih awal" atau "mendahului" pelaksanaan Shalat Jum'at di Masjid iI-Haram. Demikian pula halnya, Shalat Ied l 'Ad-ha 10 Zulhijjah 1416 di Jakarta, yang ternyata dilaksanakan ±4 jam "lebih awal" atau "mendahului" pelaksanaan Shalat Ied l'Ad-ha 10 Zulhijjah 1416 di Masjid iI-Haram.
Seandainya Rasululläh saw. masih bersama-sama ummatnya melaksanakan Shalat led l'Ad-ha di Tanah Arab pada tanggal 10 Zulhijjah 1416 tersebut, bukankah Ummat Islam di Jakarta tersebut berarti "mendahului" apa yang dikerjakan oleh Rasul-Nya? Demikian pula ibadah sunnah puasa Arafah-nya, dan juga ibadah penyembelihan hewan qurbannya. Semua yang dilaksanakan oleh Ummat Islam di Jakarta selalu "mendahului" ibadah serupa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. di Tanah Arab sana. Atas dasar hadits-hadits yang meriwayatkan Asbab n-Nuzul QS AI-Hujurat [49]:1 di awal buku kecil ini, bukankah ibadah¬ibadah kita tersebut sebenarnya "batal" demi hukum? Dan harus "diulang" pula! (Silakan periksa lagi riwayat tentang Asbab n-Nuzul QS. AI-Hujurat [49]:1 dalam Sub Bab "Beberapa Riwayat" di Bab Satu)
Atau, mungkin dapat juga kita ber-hujjah (berkilah) lain. Oleh karena saat ini Rasulullah saw. sudah tidak lagi bersama-sama ummatnya, maka kita lalu menganggap tidak ada orang lain yang berani menegor, membatalkan, dan menyuruh mengulang ibadah-ibadah Ummat Islam yang dilaksanakan "mendahului" ibadah-ibadah serupa di Masjid il-Haram. Kata orang zaman kini: "Cu'ek sajalah Nabi Muhammad kan nggak melihatnya Naudzubillaahi min dzalik!
Kita wajib berlindung diri ke dalam pelukan dan haribaan Allah swt., semoga kita tidak tergolong orang-orang yang ber-hujjah. seperti tersebut di atas; dan semoga kita tidak termasuk pula ke dalam golongan orang-orang yang ber¬hujjah dengan kalimat "zamannya sudah berubah." Sebaliknya, semoga kita tetap ada dalam petunjuk dan bimbingan-Nya dan senantiasa mengamalkan "pesan terakhir" Rasulullah saw. yang disampaikan pada kesempatan Haji Wada' (Hujja-tul Wada'): ".........Ay-yuhanas,dengar dan perhatikanlah, kata-kataku ini, sebab saya tdidak tahu apakah sesudah ini saya diberi keserapatan untuk berada di tengah-tengah, kalian, tempat ini, danndaIam keadaan seperti ini..........
"Perhatikanlah kata-kataku ini,wahai saudara-saudaraku,dan pahamkanlah saya sudah menyampaikan ini. Saya tinggalkan untukmu dua hal,yang kalau kamu keberpegang teguh kepadanya, pasti kamu tidak akan. tersesat buat selama-lamanya, itulah Kitabullah (Al-Que’an dan Sunnah Rasulullah.....
itulah satu fragmen dari khutbah pamungkas yang panjang - yang digemakan oleh Rasulullah saw. Dari sebuah bukit di Padang Arafah, di depan para (jama'ah Haji Wad a ') sebanyak. 140.000 orang,
hari Jum'at tanggal 9 Zulhijjah, yang bertepatan pada tanggal 8 Maret 632 Masehi. Khutbah tersebut di kumandangkan beliau dengan tetap duduk di atas unta ke sayangannya, "Al-Qaswah." Hari itu juga, Allah swt. Menurunkan wahyu terakhir, yakni Ayat 3 Surat Al-Ma'idah sebgai berikut:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) aturanmu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu aturanmu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi aturan bagimu. Maka barang siapa terpaksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
www.dithrah1429.blogspot.com
www.fitrahagency1429.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar